Rabu, 04 Maret 2015

Sebuah tulisan untuk HUT KE-10 GKJW JEMAAT SUKUN


MERINDUKAN  PELATARAN  TUHAN
Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan; hatiku dan dagingku bersorak – sorai kepada Allah yang hidup (Mazmur 84:3)

Keluarga Jemaat Sukun Menjadi Berkat Bagi Sesama Ciptaan” menjadi tema dalam perayaan Ulang Tahun ke 10 tahun ini. Hal in selaras dengan panggilan  GREJA KRISTEN JAWI WETAN (GKJW)  yang dihayati oleh jemaatnya di seluruh Jawa Timur.  Saya menghayati tema ini sebagai peringatan untuk kita semua bahwa gereja diutus Tuhan di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesama ciptaan. Salah satu alat ukur perkembangan gereja adalah fungsinya bagi sesama ciptaan. Organisasi gereja biasa mengukur perkembangannya melalui fasilitas, jumlah warga, anggaran, program, system organisasi, dan tata dasar serta teologinya. Namun tema di atas menjelaskan bahwa ukuran perkembangan yang ditekankan adalah daya warga gereja dalam memberi arti kehidupan sejati bagi sesamanya.
Ketika saya datang ke Sukun, Jemaat Sukun sudah berumur 2 tahun. Lebih dari itu proses lahirnya jemaat Sukun sudah dimulai sejak persekutuan ini masih disebut rayon selatan jemaat Malang, atau bahkan lama sebelum itu sejak ada orang-orang Kristen bermukim di wilayah Sukun. Ini artinya saya tidak terlibat dalam kehadiran awal jemaat Sukun di GKJW ini. Gereja sudah ada baru kemudian saya ada di dalamnya. Saya adalah generasi penerus, bukan pencipta gereja dan bukan penentu tujuan keberadaan gereja. Menjadi generasi penerus merupakan suatu anugerah. Tugas saya adalah ambil bagian meneruskan kerja para pendahulu untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta Gereja. 
Semula Jemaat Sukun adalah sebagian dari Jemaat Malang. Di masa kanak-kanak saya, jemaat GKJW  di kota Malang hanya satu yaitu Jemaat Malang (di Talun). Pada tahun 2005 Jemaat Malang telah berkembang menjadi belasan jemaat, yang salah satunya adalah Jemaat Sukun. Di kalangan GKJW, Jemaat Sukun merupakan jemaat ke 147. Dengan melihat perkembangan jemaat GKJW di kota Malang, kita bisa melihat salah satu tanda kerja Roh Kudus melalui gerejaNya di wilayah Malang – di tengah masyarakat Jawa Timur yang penduduknya lebih dari 35 juta orang. Gereja yang sejati adalah gereja yang hidup dan berkembang, demikian juga jemaat-jemaatnya. Begitulah panggilan Jemaat Sukun mulai di Kelurahan Sukun, Kecamatan Sukun, Kota Malang dan seterusnya.
Di antara Jemaat lain. Sebagaimana Greja Kristen Jawi Wetan merupakan salah satu bagian dari Gereja yang Esa di dunia ini, demikianlah Jemaat GKJW di Sukun merupakan salah satu dari jemaat Tuhan di wilayah Malang Raya (Kabupaten maupun Kotamadya). Sebagai Saksi Kristus, Jemaat Sukun patut bekerjasama dengan jemaat-jemaat lain yang mempunyai panggilan yang sama (bandingkan Yohanes 17:21). Disamping jemaat-jemaat, ada juga berbagai persekutuan Kristen di wilayah Malang ini dengan berbagai kekhasannya. Hidup bersama bermacam saudara dengan masing-masing tradisi dan sifatnya, Jemaat Sukun patut mampu mandiri dengan tradisi dan sifatnya sendiri sesuai keyakinannya sekaligus bijaksana dan aktif bergaul dengan para saudara tersebut.
Di antara masyarakat sekitar. Lebih luas dari hidup bersama saudara seiman, jemaat Sukun juga dipanggil untuk hidup bersama sesama ciptaan di sekitarnya. Seperti tema di atas, hakikat jemaat Tuhan adalah diutus ke dalam dunia menjadi saksi Kristus bagi sesama ciptaan. Dalam programnya Jemaat Sukun sudah menampakkan diri sebagai saksi Kristus yang diutus ke dunia di sekitarnya. Melalui pengalaman saya yang sebentar bersama jemaat ini, terasa bahwa Jemaat Sukun cukup mengenal dan mencintai lingkungannya. Masyarakat sekitar adalah kelompok orang yang dinamis, terus berkembang seiring dengan bertambahnya waktu. Dalam hal ini nasihat yang relevan untuk diterapkan adalah hidup cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.  
Jiwa yang hancur. Pengalaman yang sulit dilupakan di Sukun ialah kehidupan cinta bergereja di jemaat ini. Seperti Pemazmur merindukan palataran Tuhan, begitulah jemaat Sukun mencintai gerejanya. Mungkin di semua jemaat terjadi demikian, tetapi inilah yang ingin saya saksikan di sini. Seandainya kita biasa-biasa saja bergereja, maka yang akan terjadi juga kehidupan gereja yang biasa-biasa saja. Pendapat pribadi saya mengatakan, ada rasa cinta bergereja yang besar di Jemaat Sukun yang dalam bahasa Mazmur diistilahkan dengan kata-kata Jiwa Yang Hancur. Perjumpaan antara Hati Yang Hancur umat dengan Kasih Allah Yang Tulus dan Suci melahirkan peristiwa-peristiwa yang menakjubkan.
Allah Yang Hidup. Alkitab Perjanjian Lama dan Baru mengisahkan bagaimana Allah bekerja di masa lalu. Itu adalah Allah yang tertulis, Allah yang dikisahkan dan diyakini oleh para pendahulu kita di dalam iman. Allah yang saya yakini adalah Allah yang Hidup dahulu, sekarang dan kekal selamanya. Allah itu hidup dan Dialah  yang membuat semua kehidupan di alam semesta ini. Allah itu hidup dan Dialah yang membuat Jemaat Sukun menjadi hidup sekarang dan seterusnya.

Malang, 26 Februari 2015
Drijandi L. Sigilipoe

1 komentar:

  1. Terima kasih Bp. Pdt. Drijandi L. Sigilipoe S.Th, sungguh menjadi berkat dan kami tunggu post. selanjutnya.
    Shaloom..
    Rahmad Adi

    BalasHapus